![]() |
| Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai melaporkan sejumlah masalah kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan (Foto: Kompas.com) |
Presiden Prabowo Subianto menyoroti keras temuan mengejutkan: dana milik pemerintah daerah (pemda) mencapai Rp203 triliun justru mengendap “parkir manis” di bank, alih-alih digelontorkan untuk belanja publik. Pertanyaan itu ia lontarkan langsung kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/11/2025), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Usai rapat, Tito
mengungkapkan kembali pertanyaan Prabowo. “Beliau tanya kenapa masih ada
daerah-daerah yang simpan di bank? Ada totalnya lebih kurang Rp203 triliun dari
seluruh gabungan provinsi, kabupaten, kota,” ujar Tito. Ia menambahkan,
kondisi ini ironis karena serapan belanja daerah sejauh ini masih jauh dari
optimal.
Per 23 November,
realisasi belanja pemerintah daerah di 38 provinsi baru mencapai 68 persen.
Padahal, pendapatan daerah telah mencapai 83 persen, mendekati target 90 persen.
“Kita mendorong belanja minimal di atas 75–80 persen supaya uang beredar di
masyarakat,” kata Tito.
Mengapa Dana Masih
Mengendap?
Tito menjelaskan ada
beberapa alasan mengapa tumpukan dana daerah itu belum bergerak:
1. Kepala daerah baru
dilantik.
Banyak kepala daerah baru menjabat sejak 20 Februari 2025, sehingga mereka
masih sibuk menyusun struktur pemerintahan—mulai dari kepala dinas hingga
sekretaris daerah. Proses ini membuat roda administrasi dan eksekusi anggaran
berjalan lambat.
2. Menunggu pembayaran
kontrak akhir tahun.
Menurut Tito, banyak pemda menahan belanja karena menunggu penyelesaian proyek
yang biasanya rampung di akhir tahun. Setelah pekerjaan selesai, barulah
pembayaran dilakukan.
3. Persiapan gaji dan
biaya operasional awal tahun.
Pemda juga menahan dana untuk memastikan pembayaran gaji serta operasi
pemerintahan pada Januari tidak terganggu. “Kalau dana transfer pusat
terlambat datang, daerah harus bisa menutupnya. Gaji tidak boleh ditunda,”
kata Tito.
Berbeda dengan
Pemerintah Pusat
Tito menegaskan bahwa
mekanisme pemerintah daerah berbeda dengan kementerian/lembaga di tingkat pusat
yang dikelola langsung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Daerah harus
membayar kebutuhan belanja sendiri, termasuk cadangan untuk menghadapi potensi
keterlambatan transfer.
Meski memahami
penyebabnya, Tito menegaskan bahwa pemerintah pusat tetap mendorong percepatan
belanja agar uang mengalir kembali ke masyarakat dan menggerakkan ekonomi.
Kini, bola ada di tangan para kepala daerah untuk menjawab dorongan Presiden
dan mempercepat realisasi anggaran yang masih tertahan.

0 Komentar