![]() |
| Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja bersama kementeria serta lembaga terkait evaluasi kinerja (Foto: Kompas.com) |
Polemik seputar ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali memanas dan bahkan ikut dibahas dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Anggota Komisi II Muhammad Khozin tidak menutupi rasa jengahnya atas isu yang tak kunjung usai ini. Ia menilai narasi “ijazah” terus berseliweran di ruang publik hingga menciptakan kegaduhan berulang.
Dalam rapat tersebut,
Khozin menegaskan bahwa ia tidak mempermasalahkan keaslian ijazah Jokowi.
Namun, yang dipersoalkan adalah munculnya diksi “pemusnahan” dalam sidang
Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait sengketa ijazah tersebut. “Kita jujur,
Pak, di Komisi II ini sebagai mitra ANRI dan KPU, agak kurang nyaman
akhir-akhir ini narasi publik ini berseliweran urusan ijazah enggak kelar-kelar
gitu,” ujar Khozin, dikutip dari Kompas.com, Senin (24/11/2025).
Politikus PKB itu
kemudian menyinggung perbedaan antara PKPU Nomor 17 Tahun 2003 yang tidak
mencantumkan ijazah dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA), dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 yang mengatur kearsipan secara lebih luas. Ia
mempertanyakan apakah ijazah termasuk benda yang harus diarsipkan. “Ini saya
mohon penjelasan dari ANRI dan KPU. Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang
untuk diarsipkan atau enggak?” tanya Khozin.
Jawaban ANRI dan
KPU: Arsip atau Bukan?
Kepala ANRI Mego
Pinandito menjelaskan bahwa arsip adalah dokumen otentik, dan ijazah asli
seharusnya berada di tangan pemiliknya masing-masing. Artinya, ketika publik
menanyakan “arsip ijazah”, yang dimaksud sebenarnya tidak pernah disimpan oleh
ANRI.
Mego menegaskan bahwa
yang diserahkan kepada KPU hanyalah salinan legalisir, bukan arsip otentik. Ia
menambahkan bahwa masa retensi dokumen bukan kewenangan ANRI, melainkan
ditentukan oleh lembaga pencipta arsip, yakni KPU.
Sementara itu, Ketua
KPU Mochammad Afifuddin menyoroti sorotan publik terhadap PKPU Nomor 17 Tahun
2023 yang mengatur penyimpanan dokumen pencalonan presiden, wakil presiden, dan
kepala daerah. Dokumen-dokumen tersebut memiliki masa simpan total lima tahun—tiga
tahun aktif dan dua tahun inaktif.
Ia menegaskan bahwa
salinan ijazah yang selama ini dipersoalkan sebenarnya telah diberikan kepada
pemohon baik oleh KPU Jakarta maupun KPU pusat. Namun, lonjakan permintaan
dokumen pascapemilu kali ini menjadi catatan penting bagi KPU. “Ini menjadi
pekerjaan rumah dan tentu tata kelola perbaikan untuk mengantisipasinya kita
pikirkan bersama-sama,” ujar Afifuddin.
Pemusnahan Arsip
Ijazah Jokowi: Sesuai Aturan atau Langkah Aneh?
Polemik memuncak
ketika muncul istilah “dimusnahkan” dalam sidang sengketa ijazah Jokowi di KIP.
Dalam sidang itu, terungkap bahwa KPU Surakarta telah memusnahkan arsip salinan
ijazah Jokowi saat pencalonannya sebagai Wali Kota Surakarta, sesuai Jadwal Retensi
Arsip.
“Yang jadi pertanyaan
itu (pemusnahan), sudah sesuai dengan JRA, buku agenda kami, musnah ibu. Sesuai
dengan jadwal arsip,” kata perwakilan KPU Surakarta dalam sidang, dikutip dari
Kompas.com pada Selasa (18/11/2025).
KPU Surakarta
menegaskan bahwa dokumen tersebut bukan arsip tetap dan karena masa retensinya
telah berakhir, maka dokumen itu wajib dimusnahkan. Mereka menyatakan tidak ada
prosedur yang dilanggar dalam pemusnahan tersebut.
Transparansi atau
Manipulasi?
Diskursus mengenai
ijazah kembali mencuat bukan semata soal keaslian, melainkan bagaimana negara
mengelola dokumen penting terkait pejabat publik. Perbedaan antara dokumen
otentik, arsip legalisir, masa retensi, hingga proses pemusnahan kembali
menunjukkan tumpang tindih aturan dan persepsi di tengah masyarakat.
Di tengah derasnya
kecurigaan publik, pertanyaan besarnya kini menggantung: apakah polemik ini
menunjukkan keterbukaan informasi negara yang belum matang—atau justru gejala
manipulasi birokrasi yang membingungkan publik?

0 Komentar