Miris! Lowongan Kerja Jadi Sarang Tipu-Tipu, Indonesia Duduki Ranking 1 Penipuan di Asia!

Lowongan Kerja Jadi Sarang Tipu-Tipu, Indonesia Duduki Ranking 1 Penipuan di Asia (Foto: Kontan)

Indonesia kembali mencatatkan rekor kelam di kancah internasional. Seek, perusahaan induk Jobstreet dan Jobsdb, merilis temuan terbaru mengenai maraknya penipuan lowongan kerja di Asia Pasifik — dan Indonesia berada di posisi paling atas sebagai pusat penipuan terbesar. Dalam laporan yang dirilis di Jakarta, dikutip dari MSN.com, Rabu (19/11/2025), Indonesia menyumbang 38% dari seluruh upaya penipuan di Asia Pasifik dan 62% dari total penipuan lowongan kerja di kawasan Asia. Filipina berada di peringkat kedua dengan 20%. Situasi ini mencerminkan betapa rentannya para pencari kerja di tengah kondisi ekonomi yang sulit, sementara modus penipuan justru semakin canggih dan masif.

Administrasi, Manufaktur, dan Ritel Jadi Sasaran Utama

Laporan Seek menunjukkan bahwa penipuan lowongan kerja paling banyak terjadi pada sektor administrasi dan pendukung kantor, diikuti oleh manufaktur, transportasi dan logistik, ritel, perdagangan jasa, serta perhotelan dan pariwisata.

Pada sektor administrasi, penipuan kerap mengincar posisi seperti admin toko daring, admin e-dagang, hingga input data. Sementara di sektor manufaktur dan logistik, pelaku kerap menyasar posisi staf gudang atau pekerja operasional.

Kepala Bidang Kepercayaan dan Keamanan Seek, Tom Rhind, menjelaskan bahwa sektor administrasi rentan diserang karena tidak membutuhkan gelar atau pengalaman mendalam. Berdasarkan deteksi internal Seek, hampir 40% iklan lowongan di sektor administrasi mengandung penipuan. “Bidang pekerjaan seputar administrasi memang sangat rentan karena biasanya tidak menuntut gelar khusus atau pengalaman yang mendalam,” ujar Tom.

Penipu Manfaatkan AI, dari Penyamaran hingga Skema Deposit

Modus penipuan kian berkembang cepat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI). Para pelaku kini bahkan mampu menyamar sebagai staf Jobstreet dan menghubungi korban melalui SMS, WhatsApp, hingga media sosial.

Skema “lowongan part-time mudah berpenghasilan besar” juga makin sering ditemukan. Pelaku menawarkan imbalan kecil di awal — seperti memberi "komisi" setelah korban menyelesaikan tugas ringan — sebelum kemudian meminta korban melakukan deposit yang akhirnya raib tanpa jejak. “Pelaku menyesuaikan pendekatan mereka. Mereka tahu para pencari kerja berada di posisi paling rentan,” kata Tom.

Seek saat ini memperkuat sistem verifikasi legalitas perusahaan, moderasi konten, hingga pemindaian otomatis seluruh iklan lowongan untuk mencegah praktik eksploitasi tenaga kerja.

Pengangguran Tinggi, Penipuan Menggila

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai temuan Seek selaras dengan kondisi pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data BPS (Agustus 2025), jumlah penganggur mencapai 7,46 juta orang, turun sangat tipis dibandingkan tahun sebelumnya.

Situasi ini membuka peluang bagi para pelaku untuk memanfaatkan keputusasaan para pencari kerja. Mirah menyebut penipuan tidak hanya terjadi secara daring, tetapi juga luring — bahkan di kawasan industri. “Edukasi dan sistem peringatan dini bagi calon pekerja belum optimal. Sosialisasi harus dilakukan sejak sekolah,” tegas Mirah.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan ketenagakerjaan sejak kewenangan dipindahkan ke pemerintah daerah, sehingga penindakan kasus penipuan nyaris tidak berjalan.

Pakar Ekonomi: Tiga Masalah Besar di Balik Lonjakan Penipuan

Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, menilai fenomena ini adalah refleksi tiga masalah besar:

  1. Kebutuhan lapangan kerja sangat tinggi, sementara penciptaan lapangan kerja baru tidak sebanding.
  2. Penipuan digital meningkat seiring penetrasi internet Indonesia yang mencapai 80%, namun literasi digital masih lemah.
  3. Proteksi pemerintah belum memadai, khususnya minimnya upaya menekan penipuan berbasis online.

Indonesia kini berada di posisi puncak sebagai negara dengan penipuan lowongan kerja terbesar di Asia. Dengan semakin canggihnya teknologi yang disalahgunakan, jutaan pencari kerja menjadi target empuk mulai dari skema deposit palsu, komisi tipu-tipuan, hingga penyamaran berbasis AI.

Sementara sejumlah platform seperti Seek berupaya memperketat pengamanan, para ahli menyebut hal ini belum cukup. Peningkatan literasi digital, pengawasan ketenagakerjaan, dan edukasi publik harus segera dilakukan agar korban tidak terus berjatuhan.

Posting Komentar

0 Komentar